Tari Baombai : Ketika Sawah Menjadi Panggung dan Gotong Royong Menjadi Nyawa Kesenian - Go Parlement | Portal Berita

Tari Baombai : Ketika Sawah Menjadi Panggung dan Gotong Royong Menjadi Nyawa Kesenian

Minggu, November 23, 2025

 


Oleh : TRI MAIKO WAHYU, S.I.Kom


Sijunjung (SUMBAR).GP-  Di balik hamparan Bukit Barisan yang memagari Nagari Padang Laweh, hidup sebuah cerita yang tumbuh perlahan—seperti padi yang menetas dari benih, merambat, dan akhirnya menguning. 


Tanahnya subur, airnya jernih, dan anginnya berhembus tenang menyentuh sawah-sawah yang memanjang sejauh mata memandang. Di nagari yang sejuk ini, budaya tidak sekadar warisan, tetapi napas kehidupan.


Pada pagi hari, suara ayam dan gemericik selokan berbaur dengan riuh tawa warga yang turun ke sawah. Mereka tidak pernah sendiri. 


Mereka membawa cangkul, membawa bekal, dan yang paling penting—membawa semangat kebersamaan yang sejak dulu tidak pernah padam. 


Masyarakat menyebutnya batoboh, gotong royong khas Padang Laweh yang bukan hanya kegiatan bertani, tetapi juga perayaan sederhana tentang hidup.


Dalam batoboh, tidak ada yang dihitung-hitung. Tidak ada upah. Tidak ada permintaan balas jasa. Yang ada hanyalah kerelaan, tawa, dan percakapan yang kadang tenggelam dalam pantun yang bersahut-sahutan. 


Dari kebiasaan bernyanyi dan berpantun inilah lahir sebuah tradisi kecil yang kemudian menjadi besar, yakni baombai.


Kemudian, dilestarikan tari baombai oleh maestro Gusnimar dan Nurtini di Jorong Koto, Nagari Padang Laweh, Kecamatan Koto VII. 


Saat tampil pada Festival Matrilineal yang diselenggarakan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah 3 Sumatera Barat berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sijunjung. Kesenian tari baombai tampil memukau dihadapan para penonton di Perkampungan Adat Sijunjung, Jumat (21/11/25) malam. 


Konon, cerita turun-temurun menyebutkan bahwa dulu, ketika para petani beristirahat di dangau sawah, terdengar nyanyian dan suara cangkul yang bekerja sendiri dari arah yang tak terlihat. 


Entah siapa pelakunya, entah dari mana datangnya. Suara itu kemudian ditiru, dinikmati, dan diwariskan. 


Lalu, muncullah tradisi bernyanyi saat bekerja di sawah—tradisi yang kemudian menjelma menjadi tarian.


Dan begitulah Tari Baombai lahir, tidak dari studio tari atau panggung megah, melainkan dari tanah sawah yang basah, dari tawa petani, dari jerih payah mereka yang sehari-hari mengolah bumi.


Kini, di sebuah panggung pertunjukan, para penari Baombai melangkah dengan pakaian hitam bundo kanduang. Di tangan mereka, cangkul kecil diangkat ke bahu, seolah mengajak penonton kembali ke masa ketika sawah bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi juga ruang bermain, ruang bercerita dan ruang bernyanyi.


Gerakan-gerakan dalam tari ini bukan ilusi. Mereka benar-benar meniru gerakan petani: mencangkul, menginjak, meratakan tanah, menanam benih, hingga menyiangi gulma. 


Setiap hentakan kaki menghadirkan gema kehidupan, setiap ayunan cangkul menjadi pengingat betapa berat namun mulianya pekerjaan yang dilakukan para petani.


Talempong berbunyi, nyanyian bergema, dan tiba-tiba seluruh panggung terasa seperti sawah hidup yang bergerak. 


Baombai adalah tarian yang membuat kita sadar bahwa estetika tidak harus lahir dari kemewahan—kadang ia lahir dari yang paling sederhana: dari kerja sama, dari keluarga besar yang saling membantu, dari jiwa yang tidak ingin hidup sendiri.


Namun, seperti banyak tradisi lain, Baombai kini menghadapi tantangan. Generasi muda banyak yang tidak lagi mengenal secara jelas tentang cara dan makna dari kesenian ini. Maka dari itu, penari Baombai mayoritas perempuan lanjut usia (lansia).


Grup-grup seni mulai surut. Yang tersisa kini hanya beberapa, termasuk Kesenian Baombai Nagari Padang Laweh yang masih gigih bertahan. Meski begitu, harapan tidak pernah benar-benar hilang. 


Baombai telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia pada tahun 2024. Ini tentu menjadi sebuah langkah untuk mengabadikan cerita yang lahir dari sawah dan tumbuh menjadi kebanggaan masyarakat.


Pada akhirnya, tari baombai bukan sekadar gerakan tari. Ia adalah kisah tentang bagaimana sebuah nagari menjaga jati dirinya. Tentang bagaimana budaya tidak mati, selama ada yang merawatnya. Tentang bagaimana gotong royong—nilai paling luhur masyarakat Minang—bisa melahirkan kesenian yang begitu indah.


Dan seperti sawah yang tak pernah menolak hujan, semoga Baombai pun tak pernah kehilangan generasi yang mau merawatnya.



Sumber : 

https://id.wikipedia.org/wiki/Baombai

https://sumbarsatu.com/berita/28780-kesenian-baombai-kreasi-b-udaya-oleh-masyarakat-nagari-padang-laweh

https://infopublik.sijunjung.go.id/amp/tari-baombai-dan-bakpo-nan-saraf-dari-sijunjung-resmi-menjadi-wbtb-indonesia-tahun-2024/.


#GP | Sijunjung | 23 November 2025


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JMSI

Pages

SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS