PERTEMUAN GUBERNUR: Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Muhammad Bobby Afif Nasution bersama Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu bertemu dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf di Pendopo Rumah Dinas Gubernur Aceh, Jalan Sultan Mahmudsyah, Kota Banda Aceh, Rabu (4/6/2025). Pertemuan itu bahas perpindahan empat pulau Aceh ke Sumut.
ACEH.GP- Terkuak empat pulau milik Aceh yang kini ditetapkan Kemendagri masuk dalam wilayah Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut) ternyata miliki sumber energi dan gas
Hal itu diungkapkan Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) yang juga berkelakar meminta agar pemerintah dan masyarakat Kota Sabang menjaga Pulau Rondo agar tidak diambil oleh negara lain.
"Sekarang mau direbut pulau kita di sana, di Singkil. Kita ambil Andaman saja boleh? Karena dekat. Kalau tidak jaga Pulau Rondo, biar tidak diambil oleh India. Walaupun bercanda, kita harus hati-hati juga," kata Mualem disambut tawa seluruh anggota DPRK saat pelantikan pasangan Zulkifli H Adam dan Suradji Yunus sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sabang, Sabtu (14/6/2025).
Mualem kemudian mengungkapkan alasan keempat pulau yang sebelumnya milik Aceh berpindah ke Sumut hingga menjadi polemik saat ini.
"Intinya, kenapa sekarang berebut empat pulau itu. Tahu enggak? Itu kandungan energi, kandungan gas, sama besar di Andaman. Itu permasalahannya," ucapnya.
Karena itu, Mualem menegaskan, dirinya akan berusaha agar keempat pulau itu bisa kembali lagi ke Aceh.
"Namun, yang jelas, empat pulau itu hak kita. Kita punya. Untuk apa kita berteriak ini itu, itu hak kita. Cuma kita selow saja, enggak apa-apa," cetus Mualem.
Sebelumnya, setelah menggelar rapat khusus dengan anggota DPD/DPR RI di Pendopo Gubernur Aceh, Jumat (13/6/2025) malam, Mualem juga sempat menyampaikan soal indikasi adanya potensi migas, meski tidak secara tegas. "Mungkin, mungkin iya, mungkin tidak, itu kan harta karun," jawabnya singkat.
Sementara itu, Bupati Kabupaten Aceh Singkil, Safriadi Oyon, mengaku selama ini dia belum mendapatkan informasi tentang potensi migas yang ada di sana.
"Kami belum tahu lagi. Bisa kemungkinan ada juga mungkin," ucapnya.
Diketahui, empat pulau yang kini ditetapkan sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut, awalnya berada dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil.
Keempat pulau tersebut ialah Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
Perubahan status administratif ini tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.
Gubernur Aceh: Itu Hak Kami
Sebelumnya, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), menggelar pertemuan khusus dengan Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI, DPR Aceh, dan rektor untuk membahas polemik pemindahan empat pulau milik Aceh yang kini menjadi bagian wilayah Sumatera Utara (Sumut).
Pertemuan dengan lintas elemen pejabat Aceh itu berlangsung di ruang restoran Pendopo Gubernur Aceh, Jumat (13/6/2025) malam.
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, mengatakan hasil pertemuan silaturahmi dengan Forbes DPR/DPD RI menunjukkan bahwa pihaknya sepakat untuk memperjuangkan keempat pulau tersebut kembali menjadi milik Aceh.
"Itu hak kami, kewajiban kami, wajib kami pertahankan. Pulau itu adalah milik kami, milik Pemerintah Aceh. Mereka-mereka tetap (harus) mengembalikan pulau ini kepada Aceh," katanya usai rapat.
Adapun langkah Pemerintah Aceh, sebut Mualem, pihaknya akan melakukan pertemuan dengan Kemendagri yang rencananya akan dilaksanakan pada 18 Juni nanti.
"Langkah kami pertama pendekatan secara kekeluargaan dan juga administrasi dan politik. Ya ke Kemendagri, Pemerintah Pusat," ujarnya.
Dalam pertemuan itu nantinya, kata Mualem, ada beberapa poin keberatan yang bakal disampaikan kepada Kemendagri. Namun, ia tidak menjelaskan secara perinci poin-poin tersebut.
"Poinnya itu kan hak kami, bukti dan data hak kami, kemudian secara historis itu hak kami, apalagi? Secara penduduk hak kami, secara geografis juga hak kami, saya rasa seperti itu, itu saja yang kami pertahankan," ungkapnya.
Selain itu, Mualem juga menolak ajakan Gubernur Sumut, Bobby Nasution, tentang pengelolaan bersama keempat pulau tersebut.
"Tidak kami bahas itu, macam mana kami duduk bersama, itu kan hak kami. Kepunyaan kami, milik kami. Wajib kami pertahankan," tuturnya.
Dokumen Peta Kesepakatan
Dalam dokumen peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) pada tahun 1992 diketahui ada empat pulau yang kini menjadi bagian Sumut adalah milik Aceh.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, mengungkapkan hingga saat ini Pemerintah Aceh masih berpegang kuat pada bukti-bukti tersebut.
Dari beberapa pertemuan yang dilaksanakan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) maupun Kemenko Polhukam, dokumen paling kuat yang digunakan dalam hal penegasan batas laut dan kepemilikan empat pulau tersebut adalah kesepakatan 1992.
"Kesepakatan bersama antara Gubernur Aceh pada waktu itu, Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumut, Raja Ina Siregar, disaksikan oleh Mendagri pada waktu itu, Pak Rudini, tepatnya pada 22 April 1992," kata Syakir pada awak media, Jumat (13/6/2025).
Syakir menjelaskan, kesepakatan itu tidak hanya menyangkut persoalan darat, tetapi juga garis batas laut dari ujung Simanuk-manuk, Aceh Singkil.
"Ujung Simanuk-manuk itu masuk ke bawah mendekati perairan atau pantainya Tapteng, kemudian memasukkan empat pulau tersebut ke dalam wilayah Aceh," ungkapnya.
Penetapan itu, kata Syakir, adalah kesepakatan antara pimpinan tertinggi kedua provinsi yang disaksikan oleh Mendagri pada waktu itu.
"Artinya, kalau mengacu pada kesepakatan tersebut, sebenarnya sudah selesai persoalan batas laut," ucapnya.
Dokumen-dokumen lain yang menjadi pendukung, sebut Syakir, setelah kesepakatan tahun 1992 juga ada rapat antara tim batas penegasan daerah Aceh dan Sumut, yang ditandatangani oleh kedua tim.
"Pada waktu menyepakati ada titik acuan di Pulau Panjang tahun 2002. Artinya, dari sisi tahapan penegasan batas laut itu sudah masuk. Pertama, ada kesepakatan antar kedua daerah, kemudian menyepakati adanya titik acuan di lapangan," tuturnya.
Karena itu, menurut Syakir, tahapan-tahapan yang sudah berjalan ini perlu dilanjutkan pada proses penetapan Permendagri batas laut.
"Ini yang kami dorong kepada Kemendagri dan beberapa kali kami sudah mengirim surat dari 2018-2022, kami dorong penyelesaian masalah kepemilikan pulau sekaligus garis batas laut," tuturnya.
#GP | Ce | Sumber Berita : TRIBUNBENGKULU.COM dan Artikel ini juga telah tayang di Tribun-Medan.com | Red






Tidak ada komentar:
Posting Komentar